Pagi itu (6/12) gumpalan awan menggantung tebal di atas langit Malang. Udara terasa lembab dan jalanan basah terguyur hujan. Namun, muramnya suasana pagi tidak menyurutkan semangat saya dan dua kawan saya untuk mengunjungi Candi Kidal yang terletak di Desa Rejokidal, Tumpang, Malang. Dengan mengandalkan peta online dan bertanya ke penduduk lokal, pada akhirnya kami dapat menemukan situs purbakala yang terletak 21 km ke arah timur Kota Malang.
Kami disambut oleh seorang wanita paruh baya bernama Siti Romlah, penjaga candi, yang dengan bahagia berbagi pengetahuan tentang candi paling tua di Jawa Timur ini.
Di antara tangga masuk candi terdapat sepasang Kala Makara, atau kepala naga. Sebuah arca kepala Batara Kala berukuran besar di atas pintu masuk bertugas melindungi bangunan suci ini. Sungguh menakjubkan karya putra Nusantara yang elok ini. Keindahan candi yang dibangun pada tahun 1248 ini membuat saya semakin bersemangat mengetahui lebih banyak tentang sejarahnya.
Bagian dalam candi ini merupakan ruang yang dulu diisi arca Anusapati, raja kedua kerajaan Singosari, yang kini disimpan di Musium Tropikal Royal Institut, Amsterdam, Belanda. Kini hanya terdapat tulisan “Pendarmaan Raja Anusapati”. Apakah itu ‘pendarmaan’? Pendarmaan adalah tempat pemujaan untuk mengenang sang raja yang bukan merupakan makam karena pada saat itu abu raja dilarung di laut.
Di selatan, timur, dan utara candi terdapat arca Garudeya, atau kisah Garuda. Tertarikkah Anda untuk mengetahui ceritanya? Alkisah, Garuda adalah anak angkat dari Winata, istri Resi Kasiapa. Resi Kasiapa memiliki seorang istri lagi, Kadru, yang memiliki tiga ular nakal sebagai anak angkat. Dalam sebuah permainan, Kadru menipu Winata agar ia merawat ketiga ular tersebut seumur hidup. Garuda yang merasa kasihan kepada ibunya menanyakan persyaratan yang diberikan ketiga ular agar ibunya dapat bebas. Mereka meminta Amerta, air ajaib dari kahyangan.
Untuk memerolehnya, Garuda harus melawan dewa-dewa, dan pada akhirnya ia dikalahkan oleh Batara Wisnu. Sang Dewa mengizinkan Garuda meminjam Amerta asal ia bersedia menjadi tunggangannya. Garuda mengiyakan permintaan Dewa, agar ia dapat membebaskan ibunya dari perbudakan.
Cerita ini sengaja diukir di pendarmaan Anusapati karena mirip dengan kisah hidup Sang Raja, yang ingin membebaskan ibunya, Ken Dedes. Hal ini karena ayahnya, Ken Arok, menikah lagi dengan Ken Umang, yang konon lebih dicintainya.
No comments:
Post a Comment